Jangan Suka Berkata Rezeki Anak Soleh, Ini Alasannya
Ketika mendapatkan rezeki tak terduga, banyak yang suka mengatakan ‘ini rezeki anak soleh’, kemudian mengupdatenya di status media sosial. Tapi tahu tidak sering berkata rezeki anak soleh itu sebenarnya tidak diperbolehkan karena takut terjerumus perbuatan dosa.
Dalam surat An-Najm ayat 32, dijelaskan bahwa kita sebagai manusia yang tak luput dari dosa dan kesalahan jangan suka menganggap diri kita suci. Sekalipun kita rajin beribadah dan berbuat baik, jangan pernah menganggap diri kita sudah suci di depan Allah karena itu merupakan sifat orang sombong.
“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An-Najm: 32)
Surat ini menjelaskan larangan dari Allah kepada orang-orang beriman untuk tidak menganggap dirinya sudah baik dan suci dengan cara memuji dirinya sendiri di depan orang lain. Hanya Allah yang tahu mana orang yang betul-betul bertakwa.
Kebiasaan merasa dirinya suci merupakan sifat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang sangat jelas dibenci oleh Allah SWT.
“Dan mereka berkata, ‘kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka kecuali selama beberapa hari saja’.” (QS. Al Baqarah: 80)
Dulu, orang-orang Yahudi merasa bahwa mereka adalah manusia paling baik karena mereka adalah manusia pilihan Allah. Karena itulah para Nabi selalu dimusuhi oleh orang-orang Yahudi karena mereka sombong dan merasa dirinya sudah benar.
Lalu apa hubungannya dengan rezeki anak soleh?
Ketika kamu mengatakan ‘ini rezeki anak soleh’ di depan orang lain atau media sosial, secara tak langsung kamu sudah menganggap diri sendiri sudah soleh dan baik. Apa bedanya dengan sifat orang Yahudi tadi?
Takutnya perkataan itu dianggap kesombongan oleh Allah, meksipun itu hanya bercanda. Apalagi mengatakan ‘rezeki anak soleh’, tetapi cara mendapatkan rezekinya tidak diridhoi Allah. Sudah berbuat dosa tapi mengaku soleh.
Pada intinya, kita jangan pernah menganggap diri sendiri sudah soleh dan bebas dari dosa, baik itu di depan orang lain dan juga Allah SWT. Sifat sombong seperti itu bisa membuat kita menjadi orang yang paling merasa benar, merasa dirinya lebih baik dari orang lain, suka melihat kejelakan orang lain dan merasa dirinya akan masuk surga.
Tapi kita harus memiliki sifat rendah hati, selalu merasa berdosa di depan Allah, meskipun kita rajin beribadah. Merasa berlumuran dosa akan mendorong kita untuk semakin sungguh-sungguh mengejar ridho Allah dan tidak akan merasa dirinya lebih baik dibandingkan dengan orang lain.
Nabi Muhammad saja, manusia paling mulia dan pasti akan masuk surga, selalu merasa dirinya berlumuran dosa. Setelah sholat beliau selalu berdoa kepada Allah agar dosa-dosanya diampuni, beliau bahkan merasa tidak pantas masuk surga, tapi juga tidak akan kuat bila berada di neraka.
Nabi saja sampai begitunya, apalagi kita manusia biasa yang selalu berbuat dosa. Ibadah saja belum ikhlas sepenuhnya karena Allah, masih lebih condong ingin dinilai baik oleh manusia.
Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang tak luput dari dosa harus selalu memiliki sifat rendah hati di depan Allah dan juga orang lain. Jangan pernah merasa diri kamu sudah baik, apalagi mengklaim bahwa kamu lebih baik dibandingkan dengan orang lain. (wm)
Dalam surat An-Najm ayat 32, dijelaskan bahwa kita sebagai manusia yang tak luput dari dosa dan kesalahan jangan suka menganggap diri kita suci. Sekalipun kita rajin beribadah dan berbuat baik, jangan pernah menganggap diri kita sudah suci di depan Allah karena itu merupakan sifat orang sombong.
“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An-Najm: 32)
Surat ini menjelaskan larangan dari Allah kepada orang-orang beriman untuk tidak menganggap dirinya sudah baik dan suci dengan cara memuji dirinya sendiri di depan orang lain. Hanya Allah yang tahu mana orang yang betul-betul bertakwa.
Kebiasaan merasa dirinya suci merupakan sifat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang sangat jelas dibenci oleh Allah SWT.
“Dan mereka berkata, ‘kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka kecuali selama beberapa hari saja’.” (QS. Al Baqarah: 80)
Dulu, orang-orang Yahudi merasa bahwa mereka adalah manusia paling baik karena mereka adalah manusia pilihan Allah. Karena itulah para Nabi selalu dimusuhi oleh orang-orang Yahudi karena mereka sombong dan merasa dirinya sudah benar.
Lalu apa hubungannya dengan rezeki anak soleh?
Ketika kamu mengatakan ‘ini rezeki anak soleh’ di depan orang lain atau media sosial, secara tak langsung kamu sudah menganggap diri sendiri sudah soleh dan baik. Apa bedanya dengan sifat orang Yahudi tadi?
Takutnya perkataan itu dianggap kesombongan oleh Allah, meksipun itu hanya bercanda. Apalagi mengatakan ‘rezeki anak soleh’, tetapi cara mendapatkan rezekinya tidak diridhoi Allah. Sudah berbuat dosa tapi mengaku soleh.
Pada intinya, kita jangan pernah menganggap diri sendiri sudah soleh dan bebas dari dosa, baik itu di depan orang lain dan juga Allah SWT. Sifat sombong seperti itu bisa membuat kita menjadi orang yang paling merasa benar, merasa dirinya lebih baik dari orang lain, suka melihat kejelakan orang lain dan merasa dirinya akan masuk surga.
Tapi kita harus memiliki sifat rendah hati, selalu merasa berdosa di depan Allah, meskipun kita rajin beribadah. Merasa berlumuran dosa akan mendorong kita untuk semakin sungguh-sungguh mengejar ridho Allah dan tidak akan merasa dirinya lebih baik dibandingkan dengan orang lain.
Nabi Muhammad saja, manusia paling mulia dan pasti akan masuk surga, selalu merasa dirinya berlumuran dosa. Setelah sholat beliau selalu berdoa kepada Allah agar dosa-dosanya diampuni, beliau bahkan merasa tidak pantas masuk surga, tapi juga tidak akan kuat bila berada di neraka.
Nabi saja sampai begitunya, apalagi kita manusia biasa yang selalu berbuat dosa. Ibadah saja belum ikhlas sepenuhnya karena Allah, masih lebih condong ingin dinilai baik oleh manusia.
Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang tak luput dari dosa harus selalu memiliki sifat rendah hati di depan Allah dan juga orang lain. Jangan pernah merasa diri kamu sudah baik, apalagi mengklaim bahwa kamu lebih baik dibandingkan dengan orang lain. (wm)