Orang Dekat Jokowi, Kasus OTT Rommy Rugikan Petahana
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Rommy. Dia diamankan di Surabaya, Jawa Timur oleh tim satuan tugas (satgas) penindakan KPK.
Menanggapi hal ini, pengamat hukum Abdul Fikhar Hadjar menilai ditangkapnya Rommy oleh KPK membuktikan dalam praktik korupsi tidak mengenal halal dan haram. (Baca juga: OTT Romy Koalisi Jokowi Galau Positif?)
"Ini merupakan pembuktian lagi bahwa orang orang politik itu machiavelis, tidak mengenal halal dan haram sekalipun dia ketum parpol agama. Tragis dan menyedihkan," kata Fikhar kepada JawaPos.com, Jumat (15/3).
Fikhar memandang, penangkapan Rommy oleh lembaga antirasuah akan merugikan petahana Joko Widodo dalam Pilpres 2019. Karena selama ini dipandang merupakan orang yang dekat dengan Jokowi.
"Orang ini sangat merugikan Presiden Jokowi, karena selama ini selalu mengesankan orang yang dekat dengan Presiden. Ternyata kualitasnya sebatas itu," ucap Fikhar.
Terkait OTT yang meringkus Rommy, kata Fikhar, dirinya meminta KPK dapat mengusut lebih dalam mengenai dugaan jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama tersebut.
"KPK harus mengusut sedalam dalamnya agar terbongkar semua oknum yang terlibat," tegasnya.
Sebelumnya, KPK membenarkan jika pihaknya menangkap Ketua Umum PPP Romahurmuziy. Selain itu dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar di Jatim tersebut, tim lembaga antirasuah juga menciduk seorang pejabat Kemenag dan tiga pihak lain.
“Jadi yang dilakukan KPK adalah melaksanakan tugas sesuai UU dan hukum acara yang berlaku. Ini bukan transaksi pertama. 5 orang tersebut ada dari unsur penyelenggara negara dari DPR, kemudian ada unsur swasta, dari pejabas Kemenag di daerah,” terang juru bicara KPK Febri Diansyah di kantornya, Jumat (15/3).
Saat ini, para pihak tersebut tengah menjalani pemeriksaan intensif di Mapolda Jatim, sebelum statusnya dinaikkan ke tingkat penyidikan. “Sesuai hukum acara yang berlaku, ada waktu paling lama 24 jam. Nanti akan ditentukan status hukum perkaranya,” jelas mantan aktivis antikorupsi tersebut. [jpnn]