FPI: Tuntutan Bubarkan Banser adalah Hoax
Beritaheboh.net - Beredar informasi menjelang aksi Bela Tauhid 211 terkait tuntutan untuk membubarkan Banser. Terkait hal itu, Front Pembela Islam (FPI) menegaskan tidak ada tuntutan pembubaran Banser saat Aksi Bela Tauhid 211. FPI menegaskan itu adalah hoax.
Juru Bicara FPI Slamet Ma'arif menjelaskan bahwa meme yang mereka buat diubah oleh oknum yang tidak bertangungjawab.
"Nggak ada sama sekali tuntutan membubarkan Banser. Itu hoax yang diciptakan, itu meme kita diubah oknum tertentu. Ada dua meme kita yang diubah mereka, termasuk di situ parade tauhid diganti parade ormas tertentu. Itu berita hoax," kata Slamet Ma'arif seperti dikutip detik.com
Slamet Ma'arif menegaskan tak ada tuntunan untuk membubarkan Banser. Terkait pembakaran bendera tauhid, ia menyerahkan kepada aparat penegak hukum.
"Sama sekali nggak ada tuntutan (bubarkan Banser) itu. Itu hoax yang dilempar pihak-pihak tertentu, yang ingin menggagalkan dan mengadu domba umat Islam. Saya pastikan tidak ada tuntutan pembubaran Banser. Kita fokus kepada penegakan hukum sekaligus pembelaan kalimat tauhid," ucap Ketum PA 212 ini.
Slamet menjelaskan Aksi 211 fokus pada dua tuntutan, yaitu meminta pemerintah mengakui bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid sebagai bendera tauhid dan meminta aparat melakukan penegakan hukum seadil-adilnya terhadap pembakar bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid.
"Harus dipahami bersama, secara bukti, fakta, dan undang-undang ormas yang ada di Indonesia, yang dibakar itu bendera tauhid. Nah ini baik PBNU dan pemerintah sampai saat ini belum ada pengakuan itu," ujar Slamet.
"Mereka masih mengalihkan, membuat alibi, bahwa itu bendera ormas tertentu, padahal faktanya dari sudut agama, undang-undang, bahkan dari AD/ART, tidak ada yang menyebutkan itu bendera ormas tertentu. Artinya itu faktanya adalah bendera tauhid yang dibakar," paparnya.
Tuntutan kedua, terkait penegakan hukum, Slamet menjelaskan pihaknya meminta kepolisian mengungkap aktor intelektual di balik pembakaran bendera yang dinilai kepolisian sebagai bendera ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Garut, Jawa Barat, saat Hari Santri Nasional (HSN) 2018.
"Kita juga mendesak pemerintah, khususnya aparat penegak hukum, untuk menegakkan hukum seadil-adilnya. Baik pembakar bendera tauhid yang merupakan bagian penoda agama ataupun aktor intelektual yang selama ini menyerukan mendoktrin, mengarahkan untuk memusuhi bendera tauhid, memusuhi panji-panji Rasulullah," jelas Slamet.
"Kita mengindikasikan bahwa ada aktor intelektual yang selama ini berupaya mengajak umat memusuhi bendera tauhid sehingga pembakaran itu efek dari doktrin-doktrin mereka yang selama ini diarahkan, kemudian tersistematis untuk memusuhi bendera panji Rasulullah," lanjut Slamet.
Slamet pun mempertanyakan sikap aparat yang menjadikan Uus sebagai tersangka. Slamet berpendapat Uus harus dibebaskan dari proses hukum yang kini sedang berjalan di Polda Jawa Barat.
"Sejak kapan negara yang mayoritas muslim melarang warganya membawa panji Rasulullah, membawa kalimat tauhid? Nggak ada larangan sama sekali. Bahkan tamu kita ketika itu, Raja Saudi kan benderanya kalimat tauhid, kok nggak ditangkap yang mengibarkan?" ucap Slamet.
"Artinya nggak berdasar, nggak ada aturan dan nggak ada hukumnya warga negara Indonesia mengibarkan bendera kalimat tauhid terus dilarang. Harusnya dibebaskan. Kalau dikatakan itu bendera ormas tertentu, dasar hukumnya apa? Makanya kita besok turun untuk mengingatkan aparat, tegakan hukum seadil-adilnya. Jangan karena ada pesanan," imbuhnya.
Slamet Ma'arif menegaskan tak ada tuntunan untuk membubarkan Banser. Terkait pembakaran bendera tauhid, ia menyerahkan kepada aparat penegak hukum.
"Sama sekali nggak ada tuntutan (bubarkan Banser) itu. Itu hoax yang dilempar pihak-pihak tertentu, yang ingin menggagalkan dan mengadu domba umat Islam. Saya pastikan tidak ada tuntutan pembubaran Banser. Kita fokus kepada penegakan hukum sekaligus pembelaan kalimat tauhid," ucap Ketum PA 212 ini.
Slamet menjelaskan Aksi 211 fokus pada dua tuntutan, yaitu meminta pemerintah mengakui bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid sebagai bendera tauhid dan meminta aparat melakukan penegakan hukum seadil-adilnya terhadap pembakar bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid.
"Harus dipahami bersama, secara bukti, fakta, dan undang-undang ormas yang ada di Indonesia, yang dibakar itu bendera tauhid. Nah ini baik PBNU dan pemerintah sampai saat ini belum ada pengakuan itu," ujar Slamet.
"Mereka masih mengalihkan, membuat alibi, bahwa itu bendera ormas tertentu, padahal faktanya dari sudut agama, undang-undang, bahkan dari AD/ART, tidak ada yang menyebutkan itu bendera ormas tertentu. Artinya itu faktanya adalah bendera tauhid yang dibakar," paparnya.
Tuntutan kedua, terkait penegakan hukum, Slamet menjelaskan pihaknya meminta kepolisian mengungkap aktor intelektual di balik pembakaran bendera yang dinilai kepolisian sebagai bendera ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Garut, Jawa Barat, saat Hari Santri Nasional (HSN) 2018.
"Kita juga mendesak pemerintah, khususnya aparat penegak hukum, untuk menegakkan hukum seadil-adilnya. Baik pembakar bendera tauhid yang merupakan bagian penoda agama ataupun aktor intelektual yang selama ini menyerukan mendoktrin, mengarahkan untuk memusuhi bendera tauhid, memusuhi panji-panji Rasulullah," jelas Slamet.
"Kita mengindikasikan bahwa ada aktor intelektual yang selama ini berupaya mengajak umat memusuhi bendera tauhid sehingga pembakaran itu efek dari doktrin-doktrin mereka yang selama ini diarahkan, kemudian tersistematis untuk memusuhi bendera panji Rasulullah," lanjut Slamet.
Slamet pun mempertanyakan sikap aparat yang menjadikan Uus sebagai tersangka. Slamet berpendapat Uus harus dibebaskan dari proses hukum yang kini sedang berjalan di Polda Jawa Barat.
"Sejak kapan negara yang mayoritas muslim melarang warganya membawa panji Rasulullah, membawa kalimat tauhid? Nggak ada larangan sama sekali. Bahkan tamu kita ketika itu, Raja Saudi kan benderanya kalimat tauhid, kok nggak ditangkap yang mengibarkan?" ucap Slamet.
"Artinya nggak berdasar, nggak ada aturan dan nggak ada hukumnya warga negara Indonesia mengibarkan bendera kalimat tauhid terus dilarang. Harusnya dibebaskan. Kalau dikatakan itu bendera ormas tertentu, dasar hukumnya apa? Makanya kita besok turun untuk mengingatkan aparat, tegakan hukum seadil-adilnya. Jangan karena ada pesanan," imbuhnya.