Ustadz Abdul Somad Dapat Surat dari Bocah Kelas 2 SD, Ini Isinya
Surat M Hafiz Khan untuk Ustaz Abdul Somad (Instagram @ustadzabdulsomad) |
Ustadz Abdul Somad (UAS) mendapatkan sepucuk surat dari salah satu penggemarnya.
Isinya bukan pertanyaan seputar agama apalagi surat cinta, melainkan ungkapan do'a penuh harapan.
Penulisnya bukan wanita dan bukan pula orang dewasa, ia hanya seorang bocah.
Bocah tersebut diketahui bernama M Hafiz Khan, seorang siswa Sekolah Dasar (SD) yang masih duduk di kelas dua.
Ia bersekolah di SD Negeri 004 Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
M Hafiz Khan menjadikan Ustaz Abdul Somad sebagai idolanya. Cita-citanya pun menjadi seorang ustaz.
"Untuk Ustad Abdul Somad, semoga ustad selalu dalam lindungan Allah," Demikian do'a sang bocah dalam surat yang ditulis dengan huruf kapital tersebut.
Rupanya, perbincangan tentang generasi penerus bersama seorang profesor membuat Ustaz Abdul Somad teringat pada bocah itu.
Dalam perjalanan dari Pasir Pangaraian, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau, mengungkapkan kekecewaannya pada sang profesor.
Ia merasa putus asa melihat situasi dan kondisi yang terjadi di dunia ini. Hakim sebagai puncak keadilan ternyata tertangkap menerima suap.
Pendidik sebagai jantung intelektual malah tertangkap pesta narkoba dengan mahasiswi. Tak ada lagi tumpuan harapan dalam pandangan Ustaz Abdul Somad.
Keputusasaannya dijawab oleh Prof DR Alaiddin Koto yang menemani perjalanan tersebut.
Sang profesor mengatakan bahwa ada generasi muda yang akan memimpin dunia di masa depan. Ustaz Abdul Somad lah yang akan membimbing dan memelihara mereka.
"Apa yang beliau katakan beberapa tahun lalu itu teringat kembali saat anak kecil berseragam SD menyerahkan tulisan dan gambar ini. Mereka tulus, tak ada kepentingan," tulis Ustaz Abdul Somad dalam akun Instagram @ustadzabdulsomad, Rabu (10/10/2018).
Sebagai seorang pendakwah, Ustadz Abdul Somad sudah populer di seluruh penjuru Indonesia.
Namanya semakin melejit setelah direkomendasikan oleh para ulama sebagai salah satu cawapres Prabowo Subianto pada Pilpres 2019.
Walau demikian, tak banyak orang yang mengetahui latar-belakang Ustadz Abdul Somad.
Berdasarkan referensi dari beberapa video ceramah Ustadz Abdul Somad yang diunggah ke YouTube, Warta Kota mencoba merangkum latarbelakang UAS.
UAS lahir pada hari Rabu, 18 Mei 1977 atau 30 Jumadil Awal 1397 H di sebuah kampung yang bernama Silo Lama, Silau Laut, Kabupeten Asahan, Sumatera Utara.
Moyangnya adalah Syekh Abdurrahman yang pernah belajar ilmu agama Islam di Mekkah, Arab Saudi.
Sepulangnya dari Mekkah, Syekh Abdurrahman menghadap Sultan Asahan dan diberikan sebidang tanah yang kemudian di atasnya dibangun sebuah rumah.
"Lalu dibuatnyalah rumah yang masih ada sampai sekarang, namanya rumah besar, satu arsitek dengan Istana Lima Laras di kabupaten Batubara, Sumatera Utara," ujar Ustadz Abdul Somad.
Di tempat itulah Syekh Abdurrahman membangun biduk rumah tangga hingga turun-temurun sampai ke generasi Ustad Abdul Somad.
"Kemudian beranak pinaklah Syekh Abdurrahman tadi, punya anak perempuan bernama Siti Aminah, Siti Aminah punya anak perempuan bernama Hajjah Rohana, Hajjah Rohana punya anak itulah saya Abdul Somad," tutur UAS.
Walaupun moyangnya adalah seorang Syekh, Ustadz Abdul Somad tidak dianggap demikian, sebab Sumatera Utara menganut paham patrilinial atau berdasarkan keturunan ayah.
"Tapi saya tidak dianggap keturunan Tuan Syekh karena dari pihak perempuan. Makanya kalau ada yang bertanya keturunan Tuan Syekh, tidak saya bilang. Terus, ayah saya petani, orang biasa. Kami bukan keturunan bangsawan, bangsa yang hidup di awan," kata UAS.
Ustadz Abdul Somad menempuh pendidikan dasar di SD Al-Washliyah Medan dan tamat tahun 1990. Ia lalu melanjutkan ke MTs Mu'allimin Al-Washliyah yang juga masih di Medan dan tamat tahun 1993. Selama satu tahun setelahnya, UAS menimba ilmu di Pondok Pesantren Darul Arafah, Deliserdang, Sumatera Utara.
Kemudian keluarga UAS memutuskan untuk merantau ke Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, bekas kerajaan Melayu Pelalawan yang merupakan pecahan dari Kerajaan Siak Sri Indrapura.
Di tanah perantauan itu UAS melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Aliyah Nurul Falah, Air Molek, Indragiri Hulu sampai lulus tiga tahun kemudian.
Pada tahun 1998, UAS mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. UAS dan 99 orang lainnya berhasil menyingkirkan 900 peserta yang ikut seleksi.
"Lalu kemudian melanjutkan ke Universitas Al-Azhar tahun 1998 sampai 2002. Empat tahun saya pulang, melanjutkan ke UKM, Universiti Kebangsaan Malaysia jurusan FPI, Faculti Pengajian Islam," ucap Ustad Abdul Somad.
Namun Di UKM Malaysia, UAS hanya sempat kuliah selama dua semester saja. Ia kemudian mendapatkan beasiswa S2 dari The Moroccan Agency of International Cooperation di Dar El-Hadith El-Hassania Institute, Maroko.
"Lalu dapatlah tahun 2004 saya berangkat, 2006 akhir dapatlah gelar setelah dua tahun di sana dari Darul Hadits di Rabat, nama gelarnya DESA. Tapi malu saya memakainya. Masa jauh-jauh balik Desa. Jadi saya tulis ajalah Lc, MA. Karena kebanyakan orang pakai MA," kata UAS.
Menurutnya, Dar El-Hadith El-Hassania Institute, Maroko, setiap tahunnya hanya menerima 20 mahasiswa melalui jalur beasiswa. 15 di antaranya diperuntukkan bagi pelajar Maroko dan 5 sisanya diperebutkan oleh pelajar dari seluruh dunia.
"AMCI memberi beasiswa tujuh tahun, saya baru habiskan dua tahun, berarti ada jatah lima tahun lagi. Tapi kata emak saya waktu saya mau lanjut Doktor, tak ada gunanya kau balik Doktor kalau aku almarhumah. Akhirnya saya baliklah. Itulah mengapa saya tak Doktor. Kesal seumur hidup tak dapat dijemput balik. Makanya kalau udah salaman, kenalkan Doktor, aduh ciut saya," ujar UAS.
Setelah selesai wisuda, UAS menyempatkan diri untuk menunaikan ibadah haji ke Mekkah, Arab Saudi. Kebetulan waktu itu musim haji pada bulan Desember.
Selesai berhaji, UAS terbang dari Jeddah ke Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam menggunakan pesawat Royal Brunei.
"Itulah singgah saya ke rumah guru saya Haji Armawi Abdurrahman. Beliau juara Musabaqoh Tahfiz Qur'an di Mekkah Al-Mukarramah tahun 1987-1988. Kemudian beliau mengajar di Pondok Tahfiz Qur'an. Jadi saya dapat info, ustad saya mau datang ke Brunei, datanglah, maksudnya mau transit kalau bisa dapat kerja di Brunei," tutur UAS.
Setelah melamar pekerjaan ke sejumlah tempat, UAS lalu pulang ke rumah orang tuanya di Riau dan menjadi dosen di sebuah universitas swasta.
Ia kemudian mengikuti tes untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil. UAS mendapatkan kabar bahwa dirinya diterima sebagai dosen kontrak di universitas yang ada di Brunei Darussalam.
"Hari itu pikiran bercabang. Kata emak saya tak usahlah kau pergi lagi karena sudah terlalu lama jauh. Anak tak banyak, saya anak pertama adik saya anak ke-dua. Kau di sini sajalah walaupun hujan batu di sini hidup juga kau nanti. Itu skenario Allah SWT," ucap UAS.
Isinya bukan pertanyaan seputar agama apalagi surat cinta, melainkan ungkapan do'a penuh harapan.
Penulisnya bukan wanita dan bukan pula orang dewasa, ia hanya seorang bocah.
Bocah tersebut diketahui bernama M Hafiz Khan, seorang siswa Sekolah Dasar (SD) yang masih duduk di kelas dua.
Ia bersekolah di SD Negeri 004 Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
M Hafiz Khan menjadikan Ustaz Abdul Somad sebagai idolanya. Cita-citanya pun menjadi seorang ustaz.
"Untuk Ustad Abdul Somad, semoga ustad selalu dalam lindungan Allah," Demikian do'a sang bocah dalam surat yang ditulis dengan huruf kapital tersebut.
Rupanya, perbincangan tentang generasi penerus bersama seorang profesor membuat Ustaz Abdul Somad teringat pada bocah itu.
Dalam perjalanan dari Pasir Pangaraian, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau, mengungkapkan kekecewaannya pada sang profesor.
Ia merasa putus asa melihat situasi dan kondisi yang terjadi di dunia ini. Hakim sebagai puncak keadilan ternyata tertangkap menerima suap.
Pendidik sebagai jantung intelektual malah tertangkap pesta narkoba dengan mahasiswi. Tak ada lagi tumpuan harapan dalam pandangan Ustaz Abdul Somad.
Keputusasaannya dijawab oleh Prof DR Alaiddin Koto yang menemani perjalanan tersebut.
Sang profesor mengatakan bahwa ada generasi muda yang akan memimpin dunia di masa depan. Ustaz Abdul Somad lah yang akan membimbing dan memelihara mereka.
"Apa yang beliau katakan beberapa tahun lalu itu teringat kembali saat anak kecil berseragam SD menyerahkan tulisan dan gambar ini. Mereka tulus, tak ada kepentingan," tulis Ustaz Abdul Somad dalam akun Instagram @ustadzabdulsomad, Rabu (10/10/2018).
Sebagai seorang pendakwah, Ustadz Abdul Somad sudah populer di seluruh penjuru Indonesia.
Namanya semakin melejit setelah direkomendasikan oleh para ulama sebagai salah satu cawapres Prabowo Subianto pada Pilpres 2019.
Walau demikian, tak banyak orang yang mengetahui latar-belakang Ustadz Abdul Somad.
Berdasarkan referensi dari beberapa video ceramah Ustadz Abdul Somad yang diunggah ke YouTube, Warta Kota mencoba merangkum latarbelakang UAS.
UAS lahir pada hari Rabu, 18 Mei 1977 atau 30 Jumadil Awal 1397 H di sebuah kampung yang bernama Silo Lama, Silau Laut, Kabupeten Asahan, Sumatera Utara.
Moyangnya adalah Syekh Abdurrahman yang pernah belajar ilmu agama Islam di Mekkah, Arab Saudi.
Sepulangnya dari Mekkah, Syekh Abdurrahman menghadap Sultan Asahan dan diberikan sebidang tanah yang kemudian di atasnya dibangun sebuah rumah.
"Lalu dibuatnyalah rumah yang masih ada sampai sekarang, namanya rumah besar, satu arsitek dengan Istana Lima Laras di kabupaten Batubara, Sumatera Utara," ujar Ustadz Abdul Somad.
Di tempat itulah Syekh Abdurrahman membangun biduk rumah tangga hingga turun-temurun sampai ke generasi Ustad Abdul Somad.
"Kemudian beranak pinaklah Syekh Abdurrahman tadi, punya anak perempuan bernama Siti Aminah, Siti Aminah punya anak perempuan bernama Hajjah Rohana, Hajjah Rohana punya anak itulah saya Abdul Somad," tutur UAS.
Walaupun moyangnya adalah seorang Syekh, Ustadz Abdul Somad tidak dianggap demikian, sebab Sumatera Utara menganut paham patrilinial atau berdasarkan keturunan ayah.
"Tapi saya tidak dianggap keturunan Tuan Syekh karena dari pihak perempuan. Makanya kalau ada yang bertanya keturunan Tuan Syekh, tidak saya bilang. Terus, ayah saya petani, orang biasa. Kami bukan keturunan bangsawan, bangsa yang hidup di awan," kata UAS.
Ustadz Abdul Somad menempuh pendidikan dasar di SD Al-Washliyah Medan dan tamat tahun 1990. Ia lalu melanjutkan ke MTs Mu'allimin Al-Washliyah yang juga masih di Medan dan tamat tahun 1993. Selama satu tahun setelahnya, UAS menimba ilmu di Pondok Pesantren Darul Arafah, Deliserdang, Sumatera Utara.
Kemudian keluarga UAS memutuskan untuk merantau ke Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, bekas kerajaan Melayu Pelalawan yang merupakan pecahan dari Kerajaan Siak Sri Indrapura.
Di tanah perantauan itu UAS melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Aliyah Nurul Falah, Air Molek, Indragiri Hulu sampai lulus tiga tahun kemudian.
Pada tahun 1998, UAS mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. UAS dan 99 orang lainnya berhasil menyingkirkan 900 peserta yang ikut seleksi.
"Lalu kemudian melanjutkan ke Universitas Al-Azhar tahun 1998 sampai 2002. Empat tahun saya pulang, melanjutkan ke UKM, Universiti Kebangsaan Malaysia jurusan FPI, Faculti Pengajian Islam," ucap Ustad Abdul Somad.
Namun Di UKM Malaysia, UAS hanya sempat kuliah selama dua semester saja. Ia kemudian mendapatkan beasiswa S2 dari The Moroccan Agency of International Cooperation di Dar El-Hadith El-Hassania Institute, Maroko.
"Lalu dapatlah tahun 2004 saya berangkat, 2006 akhir dapatlah gelar setelah dua tahun di sana dari Darul Hadits di Rabat, nama gelarnya DESA. Tapi malu saya memakainya. Masa jauh-jauh balik Desa. Jadi saya tulis ajalah Lc, MA. Karena kebanyakan orang pakai MA," kata UAS.
Menurutnya, Dar El-Hadith El-Hassania Institute, Maroko, setiap tahunnya hanya menerima 20 mahasiswa melalui jalur beasiswa. 15 di antaranya diperuntukkan bagi pelajar Maroko dan 5 sisanya diperebutkan oleh pelajar dari seluruh dunia.
"AMCI memberi beasiswa tujuh tahun, saya baru habiskan dua tahun, berarti ada jatah lima tahun lagi. Tapi kata emak saya waktu saya mau lanjut Doktor, tak ada gunanya kau balik Doktor kalau aku almarhumah. Akhirnya saya baliklah. Itulah mengapa saya tak Doktor. Kesal seumur hidup tak dapat dijemput balik. Makanya kalau udah salaman, kenalkan Doktor, aduh ciut saya," ujar UAS.
Setelah selesai wisuda, UAS menyempatkan diri untuk menunaikan ibadah haji ke Mekkah, Arab Saudi. Kebetulan waktu itu musim haji pada bulan Desember.
Selesai berhaji, UAS terbang dari Jeddah ke Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam menggunakan pesawat Royal Brunei.
"Itulah singgah saya ke rumah guru saya Haji Armawi Abdurrahman. Beliau juara Musabaqoh Tahfiz Qur'an di Mekkah Al-Mukarramah tahun 1987-1988. Kemudian beliau mengajar di Pondok Tahfiz Qur'an. Jadi saya dapat info, ustad saya mau datang ke Brunei, datanglah, maksudnya mau transit kalau bisa dapat kerja di Brunei," tutur UAS.
Setelah melamar pekerjaan ke sejumlah tempat, UAS lalu pulang ke rumah orang tuanya di Riau dan menjadi dosen di sebuah universitas swasta.
Ia kemudian mengikuti tes untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil. UAS mendapatkan kabar bahwa dirinya diterima sebagai dosen kontrak di universitas yang ada di Brunei Darussalam.
"Hari itu pikiran bercabang. Kata emak saya tak usahlah kau pergi lagi karena sudah terlalu lama jauh. Anak tak banyak, saya anak pertama adik saya anak ke-dua. Kau di sini sajalah walaupun hujan batu di sini hidup juga kau nanti. Itu skenario Allah SWT," ucap UAS.
Sumber: Bangka Pos